flight-attendant.jpgJika anda ditanya flight attendant seperti apa yang anda harapkan mungkin jawaban yang pertama adalah ramah dan murah senyum. Tapi apakah benar anda bisa mendapatkannya? Saya tidak menyebutnya sebagai pramugari atau pramugara karena kedengarannya kurang mengakomodasi jobdes mereka.

Dulu ketika saya masih sering ditanya apa cita-cita saya nanti, jawabannya kalau tidak pilot, insinyur, dokter atau presiden. Tidak ada kata-kata pramugara menjadi bagian dari kamus cita-cita waktu itu. Saya telaah lagi jawaban saya waktu itu ternyata belum juga menemukan alasan yang tepat.

Pengalaman saya selama ini terhadap ‘sepak terjang’ flight attendant (FA) pada penerbangan nasional ternyata masih belum bisa merubah imej mereka di dalam pikiran saya selama ini. Kalau mau menggunakan point mungkin saya cukup memberikan angka 6 dari 10. Dan senyum yang saya dapatkan dari FA pun tidak sampai angka enam. Kalaupun ada ternyata itu bukan keramahan yang sebenarnya. Teman saya justru menggambarkan jobdes seorang FA seperti pelayan restoran. Sungguh kurang sopan memang, namun ketika saya mendapatkan pelayanan dari FA yang lebih melihat penampilan penumpang dari pada status penumpang itu sendiri membuat saya setuju-setuju saja dengan gambaran tersebut.

Memang, apa yang mereka lakukan misalnya menunjukkan di mana letak tempat duduk kita, lalu mengambil jas untuk disimpan di tempat tertentu selama penerbangan dan kemudian menghidangkan makanan dan minuman bagi penumpang sangat mirip dengan pelayan restoran. Lokasinya saja yang membedakan. Dengan mengingat hal ini kalau melihat sikap FA yang arogan terhadap penumpang saya kadang ingin melakukan hal yang sama, namun walaupun demikian mereka ada tugas lebih berat yang kita hanya bisa melihatnya pada waktu keadaan darurat. Dan sayangnya itu hanya terjadi mungkin satu di antara sejuta penerbangan.

Mengapa rate 6/10?

Naik pesawat sudah bukan lagi sebuah ekslusifitas namun fleksibilitas. Pada satu penerbangan nasional yang pernah saya gunakan, mereka melihat penumpang yang baru pertama kali naik pesawat seperti orang kampung yang masuk kota. Bukannya bantuan dan penjelasan namun pandangan sinis yang tersembunyi.

Apalagi saat ini dengan timbulnya tren Low Cost Carrier, yang mana penumpang berasal dari segala latar belakang yang berbeda, FA lebih banyak konsentrasi pada waktu boarding. Waktu paling penting saat pesawat cruising menjadi breaktime para FA.

Kalau saya boleh membandingkan dengan maskapai lain ini sungguh jauh dari impian. Mereka begitu rajin mondar-mandir sepanjang koridor pesawat, memperhatikan dan mencari tahu kondisi masing-masing penumpang yang meungkin membutuhkan bantuan mereka.